GPPRI : Ketika Hanya Satu yang Jadi Tersangka, Ada Apa di Balik Pembangunan di Tanah Pemerintah?


18/10/2025- Bengkulu – Penahanan seorang anggota DPRD Kota Bengkulu oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bengkulu dalam kasus dugaan pembangunan di kawasan Pasar Panorama, menyisakan banyak tanda tanya. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Pemantau Pembangunan Republik Indonesia (GPPRI) Merdeka, Efrianto – yang akrab disapa Jefri Lintang – menyebut kasus ini tidak sesederhana yang terlihat di permukaan.


Dalam keterangannya kepada wartawan, Jefri menilai bahwa penetapan satu orang tersangka dalam kasus ini justru memperkuat dugaan adanya intervensi atau permainan politik di balik proses hukum.


> “Kalau melihat dari status kegiatan pembangunan, rasanya tidak mungkin hanya satu orang yang harus bertanggung jawab. Ini proyek di lahan milik pemerintah. Apakah masuk akal seorang anggota dewan berani membangun tanpa ada kesepakatan atau izin dari instansi terkait?” ujar Jefri.



Menurut informasi yang dihimpun, proyek pembangunan tersebut dilakukan di atas lahan milik Pemerintah Kota Bengkulu yang masuk dalam kawasan Pasar Panorama. Lokasi ini diketahui berada di bawah kewenangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan juga melibatkan pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pengelola pasar.


Jefri mempertanyakan, mengapa hingga kini hanya satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara dalam proses realisasi pembangunan itu terdapat sejumlah pertemuan resmi dengan para pedagang yang dihadiri oleh pejabat dari Dinas Perindag.


> “Dalam pertemuan itu hadir Kabid, Kepala Pasar, bahkan Kadis Perindag sendiri. Mereka tahu, bahkan diduga menyetujui kegiatan tersebut. Lalu sekarang kenapa hanya satu orang yang dikorbankan?” tegas Jefri.




Keterangan tersebut mengarah pada dugaan bahwa telah terjadi semacam pembiaran sistematis oleh pejabat pemerintah, atau bahkan bentuk persetujuan terselubung yang tak diungkap ke publik.



Sumber dari kalangan pedagang menyebutkan bahwa sebelum pembangunan dilakukan, sempat ada pertemuan antara orang kepercayaan anggota DPRD yang kini ditahan, dengan sejumlah pejabat Dinas dan perwakilan pedagang. Dalam forum itu dibahas rencana pembangunan lapak tambahan di area pasar.


“Waktu itu disampaikan bahwa ini untuk kebaikan pedagang, dan Kami pikir itu sudah aman secara aturan,” ujar seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.


Jika benar ada pertemuan semacam itu, pertanyaannya: di mana notulen atau berita acara pertemuan itu? Mengapa tidak dijadikan bahan penyelidikan? Dan yang paling penting: mengapa pejabat yang hadir tidak diperiksa secara terbuka?



Jefri Lintang menilai lambannya proses pengusutan terhadap pejabat dinas memperkuat dugaan bahwa kasus ini diseret ke arah politis.


> “Kami menduga ini sudah masuk wilayah permainan politik. Bisa jadi ada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan eksistensi anggota dewan itu, dan ingin menjatuhkannya,” ungkap Jefri.



LSM GPPRI Merdeka mendesak Kejari Kota Bengkulu untuk membuka penyidikan lanjutan dan tidak berhenti hanya pada satu tersangka. Transparansi proses hukum sangat dibutuhkan untuk menghindari kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.


> “Kalau hukum mau adil, semua yang terlibat harus diperiksa. Mulai dari yang memberi izin, yang menghadiri pertemuan, hingga pejabat yang mestinya mengawasi. Jangan ada tebang pilih,” tegas Jefri.



Kasus ini menjadi sorotan publik, karena menyangkut integritas pemerintahan daerah, netralitas penegakan hukum, dan kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat. Apakah benar seorang anggota dewan bisa sendirian membangun di atas lahan milik pemerintah tanpa dukungan birokrasi? Atau ada aktor-aktor lain yang sengaja ‘diselamatkan’ dari jerat hukum? ( Red*)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama