Jakarta Tinta Peta. Id- Selasa, 9 Desember 2025, Dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) dengan Tema “SATUKAN AKSI, BASMI KORUPSI”, Ali Pudi Aktivis 98 sangat Apresiasi apa yang dilakukan oleh Sriwijaya Corruption Watch (SCW) melakukan aksi damai di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI). Jakarta, hari ini.
”Dalam momentum memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia ini, Ali Pudi aktivis 98 meminta agar KPK dapat menindaklanjuti apa yang menjadi Aspirasi teman-teman (SCW) dengan melakukan Pengaduan dugaan tindak pidana Korupsi Kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) sebagai upaya peran aktif teman-teman SCW dalam memberantas dugaan korupsi di Provinsi Sumatera Selatan, adapun yang dilaporkan terkait dugaan ketidaktransparan dalam penyampaian LHKPN Gubernur Sumsel, dugaan Kepala SKPD dalam membayar upah kerja dan meterial pembangunan Villa Gandus diduga Bersumber dari APBD Provinsi Sumsel tahun 2018-2021, dan dugaan pemalsuan dokumen yang diduga di lakukan secara terstruktur sistematis dan masif (TSM) yang diduga di lakukan Gubernur Sumsel selaku Pimpinan Rapat dan Pemegang Saham Pengendali Bank Sumsel Babel,”
Adapun (SCW) laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) sebagai berikut:
1.Sehubungan dengan informasi yang dihimpun oleh Sriwijaya Corruption Watch (SCW) tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, hal ini tengah menjadi sorotan tajam setelah muncul dugaan ketidak jujuran dalam menyampaikan LHKPN Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun sejak menjabat sebagai Gubernur Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2019 hingga 2023 “HD” rutin melaporkan LHKPN-nya, namun diduga laporan tersebut diduga tidak sepenuhnya transparan, salahsatu harta terbesarnya diduga berupa tanah dan bangunan villa di jalan Talang Kepuh Kecamatan Gandus Palembang seluas sekitar 16 Hektar hal ini diduga tidak tercantum di dalam LHKPN tahunannya.
Oleh karena itu ( SCW) meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) sbb ;
1).Meminta Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan ketidaktransparanan dalam menyampaikan LHKPN olch Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, serta mengusut tuntas secara komprehensip dan detail mengenai jumlah Harta Kekayaan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, termasuk mengenai dugaan tanah dan bangunan villa di jalan Talang Kepuh Kecamatan Gandus Palembang seluas sekitar 16 Hektar yang diduga tidak tercantum di dalam LHKPN tahunannya, serta mengungkap motif dibalik penyampaian LHKPN yang diduga tidak transparan.
2).Meminta Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan polemik pembangunan Villa Gandus diatas tanah yang diduga merupakan milik Gubernur Provinsi Sumatera Selatan,
3).Meminta Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil dan memeriksa Gubernur Provinsi Sumatera Selatan dalam menyampaikan LHKPN yang diduga tidak transparan.
2.Sehubungan dengan informasi yang dihimpun oleh Sriwijaya Corruption Watch (SCW) tentang permasalahan dugaan gratifikasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan dari SKPD Provinsi Sumatera Selatan. Bahwasannya berdasarkan informasi yang kami himpun mengenai hal demikian diduga bermula pada sebelum “HD” terpilih menjadi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018, HD diduga meminta “AH” membangun Villa Gandus di atas tanah miliknya dengan kontrak kerja sebesar Rp. 11 Milyar selaku pengawas dan penanggungjawab upah kerja dan material bangunan. Kemudian pekerjaan pembangunan Villa Gandus dilakasanakan setelah “HD” terpilih menjadi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, dimana “AH” menjadi pengawas pembangunan dan penanggungjawab pekerjaan upah dan material. Pembayaran progress pekerjaan berupa upah kerja dan material kepada “AH” diduga dibayar oleh SKPD Provinsi Sumatera Selatan, kontraktor rekanan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Anggota DPRD Provinsi SUMSEL.
Namun dalam hal ini diduga pembayaran upah kerja dan material pembangunan Villa Gandus belum dibayar seluruhnya dan menyisakan Rp. 4,7 milyar namun tidak ada kepastian sehingga dilakukan gugatan perdata. “All” diduga semakin tidak mendapatkan kepastian dalam gugatan perdata di PN Palembang apakah sisa pembayaran pekerjaan Villa Gandus akan dibayar oleh “HD” ataukah SKPD sementara biaya upah kerja dan material sudah dilunasi oleh “AH” dengan menjual aset pribadi.
SCW menduga adanya gratifikasi terhadap Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, sebagai berikut ;
1.Diduga Kepala SKPD membayar upah kerja dan material pembangunan Villa Gandus diduga bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 sampai tahun 2021.
2.Lokasi Pembangunan Villa Gandus diatas tanah yang diduga merupakan aset berstatus Kepemilikan “HD” sebagai Gubernur Provinsi Sumatera Selatan.
3.Diduga terdapat 11 bangunan yang dibiayai oleh SKPD, kontraktor rekanan Pemerintah Sumatera Selatan dan anggota DPRD Sumsel.
SCW meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai berikut :
1).Meminta Kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan Gratifikasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan secara komprehensip dan mendetail mengungkap segala macam modus operandi dalam dugaan Gratifikasi sebagaimana telah diuraikan dalam kronologi diatas.
2).Meminta Kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil dan memeriksa Gubernur Provinsi Sumatera Selatan atas dugaan Gratifikasi, serta memanggil semua pihak yang berkaitan dengan dugaan Gratifikasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan;
3.Dugaan tindak pidana korupsi Perbankan dengan modus pemalsuan dokumen yang berpotensi merugikan keuangan negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri, orang lain ataupun golongan tertentu. Hal ini berawal dari diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Sumsel Babel di Kota Pangkal Pinang Pada Tahun 2020. Dalam RUPSLB ini diduga dihadiri oleh 27 pemegang saham yang mewakili kabupaten/kota dan 2 provinsi yakni Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka Belitung.
RUPSLB Bank Sumsel Babel yang dihadiri oleh 27 pemegang saham tersebut dalam kesepakatannya memutuskan dan mencalonkan Mulyadi Musthofa menjadi pengurus Bank Sumsel Babel. Keputusan rapat ini dituangkan dalam minuta akta notaris dan dilengkapi rekaman audio visual untuk diakta notariskan Bank Sumsel Babel yang berkedudukan di kota Palembang. Keputusan RUPSLB tersebut selambat-lambatnya dalam 14 hari dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk disetujui sesuai dengan aturan Perbankan di Indonesia. Sesuai dengan protap OJK RUPSLB harus berbentuk Akta Notaris dan dilengkapi dengan rekaman audio visual sebagai bukti otentik pendukung akta notaris. Serta diduga Notaris Elma Diyantini selaku notaris Bank Sumsel Babel kemudian mengaktakan RUPSLB Bank Sumsel Balel tidak sepenuhnya berdasarkan minuta akta dari notaris wiwik yang mencatatkan peristiwa RUPSLB Bank Sumsel Babel di Pangkal Pinang tahun 2020 dan merekam peristiwa tersebut dalam rekanan audio visual, dan juga Perbuatan Elma Diyantini diduga merubah peristiwa RUPSLB Bank Sumsel Babel di dalam akta notaris maka nama Mulyadi Musthofa selaku calon pengurus Bank Sumsel Babel dihilangkan.
Oleh karena itu, SCW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) sebagai berikut ;
1.Meminta Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ( KPK RI ) untuk mengusut tuntas dugaan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif (TSM) yang diduga dilakukan oleh Gubernur Sumatera Selatan selaku pimpinan rapat dan pemegang saham pengendali bank Sumsel Babel.
2.Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) untuk mengusut tuntas dugaan kerugian negara atas akibat pembangunan akta yang diduga palsu.
Seletah melakukan orasi damai di Gedung KPK RI, aksi massa SCW membubarkan diri selanjutnya perwakilan SCW melaporkan dugaan korupsi tersebut ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu KPK RI yang terima oleh Irwan.
Pewarta: Red

Posting Komentar